Di era digital sekarang, target kerja sudah jadi bagian dari keseharian karyawan maupun pemilik bisnis. Target membantu membangun ekspektasi, memberi pedoman yang jelas, dan memastikan semua orang berada di jalur yang sama. Tapi, pernah nggak kamu merasa target yang ditetapkan perusahaan terlalu banyak, terlalu detail, bahkan bikin pusing? Nah, di sinilah kita perlu membahas apakah menetapkan banyak target itu benar-benar efektif, atau justru kontraproduktif.
Bagi UMKM yang sedang berkembang, target sering kali jadi alat ukur pertumbuhan. Misalnya, target penjualan bulanan, target jumlah pelanggan baru, atau target efisiensi operasional. Namun, kalau target terlalu banyak, karyawan bisa merasa kewalahan. Target buat staf HR, misalnya, akan makin berat kalau sistem pendukung seperti aplikasi absensi karyawan atau aplikasi gaji karyawan belum terintegrasi dengan baik, beban administratif bisa makin menumpuk.
Beberapa perusahaan berusaha menjelaskan target sedetail mungkin. Mereka bikin daftar panjang, lengkap dengan komponen penyusunnya, hampir seperti checklist harian. Tujuannya baik: supaya ekspektasi jelas. Tapi kenyataannya, terlalu banyak detail bisa bikin karyawan kehilangan fokus.
Secara psikologis, manusia punya keterbatasan dalam memori kerja. Konsep populer “Magic Number Seven, Plus or Minus Two” menjelaskan bahwa rata-rata orang hanya bisa memproses 5–9 item informasi sekaligus. Kalau target yang diberikan jauh lebih banyak dari itu, kemampuan fokus akan menurun drastis.
Bayangkan seorang supervisor UMKM yang harus mengingat 15 target harian: mulai dari memantau absensi kehadiran online, mengecek stok barang, memastikan laporan keuangan, sampai mengurus payroll dengan aplikasi gaji karyawan. Hasilnya? Bukannya produktif, malah kelelahan mental. Jadi, menetapkan target terlalu banyak justru bisa mengurangi kinerja.
Satu konsekuensi negatif yang sering luput dari perhatian ketika target terlalu banyak dan terlalu detail adalah munculnya perilaku manipulatif dari karyawan. Fenomena ini dikenal sebagai gaming the system. Alih-alih fokus pada tujuan bisnis yang lebih besar, karyawan jadi terjebak hanya pada “hitting the metrics”—memenuhi angka-angka yang ada di checklist.
Ironisnya, semakin detail target yang diberikan, semakin besar risiko karyawan kehilangan fleksibilitas dan kreativitas. Mereka jadi “robot angka” yang hanya mengejar checklist, bukan solusi nyata. Untuk menghindari jebakan ini, perusahaan perlu menyeimbangkan antara target kuantitatif dengan ruang otonomi. Dukungan teknologi seperti human resource information system (HRIS) bisa membantu, karena sistem ini bukan hanya mencatat angka, tapi juga memberi insight yang lebih luas tentang kualitas kerja dan engagement karyawan.
Dengan begitu, target tetap jadi alat ukur yang berguna, tapi tidak berubah menjadi jebakan yang mendorong perilaku manipulatif.
Kalau karyawan nggak menyelesaikan tugas sesuai harapan, solusinya bukan menambah target detail. Ada cara yang lebih sehat dan produktif:
Target harus realistis dan sesuai kapasitas tim. Kalau target terlalu tinggi, karyawan bisa kehilangan semangat. Sebaliknya, target yang jelas dan terukur bisa jadi motivasi. Misalnya:
Dengan target yang realistis, karyawan merasa punya arah, tapi tetap punya ruang untuk berkreasi.
Teknologi bukan sekadar alat, tapi partner strategis. UMKM yang ingin berkembang harus berani berinvestasi di sistem digital. Beberapa contoh:
Dengan teknologi ini, target perusahaan bisa lebih mudah dicapai tanpa membebani karyawan dengan detail berlebihan.
Menetapkan target memang penting untuk menjaga arah organisasi. Tapi terlalu banyak target bisa jadi kontraproduktif. Karyawan bisa merasa kewalahan, kehilangan motivasi, bahkan frustrasi. Solusinya adalah menetapkan target yang jelas, realistis, dan didukung oleh teknologi.
UMKM maupun perusahaan besar bisa memanfaatkan aplikasi absensi karyawan, aplikasi gaji karyawan, sistem absensi online, dan human resource information system untuk membuat target lebih terukur dan transparan. Dengan begitu, karyawan merasa dipercaya, punya otonomi, dan tetap termotivasi.
Jadi, kalau kamu sedang menapaki jenjang kepemimpinan atau mulai ekspansi bisnis, ingatlah: target itu bukan sekadar angka. Target adalah alat komunikasi, motivasi, dan arah. Tetapkan dengan bijak, gunakan teknologi untuk mendukung, dan lihat bagaimana timmu berkembang dengan lebih sehat dan produktif.
Kelola karyawan lebih mudah dan efisien bersama Ngabsen.id
© Copyright 2025 PT Xeno Persada Teknologi
Hubungi kami